Baca Juga
Tokoh Arya Damar ini masih menjadi kontroversi dikalangan sejarawan, sebab catatan mengenai tokoh ini terbilang kembar, ada yang menyatakan tokoh ini hidup sejaman dengan Gajah Mada, ada juga yang menyatakan sejaman dengan Bre Kertabumi (Brawijaya V).
Seorang tokoh yang disebut sebagai Arya Damar yang hidup pada masa Bre Kertabumi ini rupanya tercatat dalam catatan Kronik Cina di Kuil Sam-Po-Kong. Dalam catatan itu dijelaskan bahwa;
"Swan Liong pada tahun 1433 menjadi kepala pabrik Mesiu (Bahan Peledak Meriam) Majapahit di Semarang, kemudian dipindahkan ke Palembang sebagai Kepala pemerintahan di sana dan juga sekaligus diangkat oleh Gang Eng Chu sebagai Kaptennya orang-orang Cina di Palembang".
Menurut analisis yang dilakukan Slamet Mulyana, bahwa sosok Swan Liong yang diceritakan dalam kronik Cina Kuil Sam-Po-Kong adalah tokoh yang disebut juga dengan nama Arya Damar. Sebab katanya dalam naskah itu juga disebutkan bahwa Swan Liong ketika di Palembang ia mengasuh dua orang anak laki-laki bernama Jin Bun (Raden Patah) dan Kin San (Raden Husain/Adipati Terung).
Analisis Slamet Mulyana menyatakan bahwa tokoh Jin Bun itu identik dengan Raden Patah karena dalam serat Kanda, dinyatakan bahwa setelah Raden Patah berhasil menaklukan Majapahit, ia diwisuda sebagai Panembahan Jin-Bun. Ini artinya nama Jin-Bun untuk menamai Raden Patah tidak hanya disebutkan dalam Kronik Cina Kuil Sam-po-kong saja. Selain itu, dalam babad tanah Jawi juga disebutkan bahwa nama lain dari Raden Patah adalah Jin-Bun.
Selanjutnya, masih dalam catatan Kronik Cina Kuil Sam Pokong, disitu juga disebutkan bahwa “Swan Liong” adalah putra Raja Majapahit yang bernama Hyang Wisesa. Jika ditelusuri lebih lanjut, maka satu-satunya Raja Majapahit yang disebut Hyang Wisesa menurut Slamet Mulyana adalah Wikramardhana, yaitu suami dari Kusumawardani, yang bertahta pada tahun 1389 hingga 1427 Masehi.
Dalam Naskah Kronik Cina Kuil Sam-Po-Kong juga disebutkan bahwa "Swan Liong terlahir dari seorang Ibu yang berdarah Cina, dengan demikian maka tokoh ini dipastikan sebagai tokoh peranakan".
Arya Damar atau Swan Liong dipindahkan ke Palembang sebagaimana yang telah disebutkan di atas terjadi pada tahun 1433, ini berarti Arya Damar dijadikan sebagai Adipati Palembang terjadi ketika Majapahit diperintah oleh Rani Suhita, Saudara tiri Arya Damar sendiri, sebab Rani tersebut adalah anak dari Wikramardhana dari lain ibu. Masa Pemerintahan Rani Suhita sendiri dimulai dari tahun 1427 hingga 1447, pada masa ini jelas Wikramardhana/ Hyang Wisesa telah wafat.
Memahami dari kisah di atas dapatlah kemudian dipahami bahwa Arya Damar itu lahir sebelum Bre Kertabumi (Brawijaya V) memerintah (1447-1478), dan ia sudah berkiprah dalam tatanan ketentaraan Majapahit sejak zaman Rani Suhita, kakak tirinya. Ia dipercaya mengurusi penyediaaan Mesiu sebagai bahan keperluan Meriam atau senjata-senjata lainnya semisal Centabang (Meriam Jinjing).
Ketika Bre Kertabumi naik tahta rupanya Arya Damar masih berkiprah dengan baik di Palembang, oleh sebab itu tidak mengherankan jika dalam naskah-naskah babad kemudian dapat dijumpai cerita mengenai Brawijaya (Maksudnya Bre Kertabumi) yang mengirimkan salah satu selir Cinanya untuk dihadiahkan ke Arya Damar.
Dalam catatan Babad Tanah Jawi selir itulah yang kemudian melahirkan Raden Patah dan Raden Husain. Pengiriman wanita ini jelas wajar mengingat orang-orang Peranakan Cina pada umumnya membutuhkan pasangan dari Cina juga.
Ada kesinambungan antara kisah Arya Damar yang diceritakan dalam Kronik Kuil Sampokong dengan naskah-naksah lainnya. Semuanya saling melengkapi meskipun tentunya didalamnya juga terdapat perbedaan.
Akan tetapi dari kisah yang diuraikan dapatlah dimengerti bahwa:
“Arya Damar Pada Mulanya Adalah Kepala Pabrik Mesiu atau orang yang dipercaya mengurusi kebutuhan Mesiu untuk militer Majapahit terutamanya sebagai bahan peledak Meriam yang kala itu Pabriknya didirikan di Semarang”. Karena ahli dalam bidang Mesiu dan Persenjataan Modern di Zamannya, akhirnya Arya Damar dipindahkan oleh Ratu Kerajaan Majapahit ke Palembang, disana ia diangkat menjadi seorang Adipati”.
Dipilihnya Arya Damar sebagai Adipati Palembang tentu mempunyai alasan tersendiri, sebab waktu Itu Palembang merupakan salah satu pangkalan barat angkatan laut Majapahit di luar Jawa. Sehingga memerlukan Pimpinan yang paham betul soal senjata, terutamanya Meriam dan Mesiunya.
Selain itu diperairan Selat Malaka juga waktu itu banyak terdapat bajak laut Cina yang perlu penanganan persuasive, sehingga cocok bagi Majapahit apabila diwilayah itu diangkat seorang pimpinan berdarah Cina. Maka pas juga sebagaimana dalam Berita Kronik Cina itu bahwa selepas diangkatnya Arya Damar menjadi Adipati Palembang seorang tokoh Cina bernama Gang Eng Chu melantik Arya Damar sebagai kapten mereka, tokoh ini ada kemungkinan dahulunya Pimpinan Bajak Laut Cina yang beroprasi di Selat Malaka.