Baca Juga
METAMORFOSA KEMADJOEAN HINDIA
Berganti pemilik dan berubah nama.
-------------------------------------------------------------
Keberadaan lembaga pers pribumi pada masa lalu sangat penting untuk menyuarakan kepentingan kelompok atau partai. Karena itulah hampir semua partai dan organisasi kemasyarakatan memiliki penerbitan pers sendiri-sendiri. Salah satu penerbitan yang pernah ada adalah Koran Kemadjoean Hindia yang terbit di Mojokerto.
Pada awalnya koran itu merupakan organ pers milik Sarekat Islam (SI) yang diberi nama Oetoesan Hindia. Setalah mengalami problem keuangan, Oetoesan Hindia yang terbit di Surabaya itu kemudian mengalami pergantian kepemilikan dan pengelolanya. Seorang tokoh pergerakan bernama RP Soeroso yang berdomisili di Mojokerto ditunjuk sebagai pemimpin redaksi koran baru yang diberi label Kemadjoean Hindia. Maka mulai bulan Januari 1923 resmi Kemadjoean Hindia terbit dari Mojokerto.
Untuk melakukan proses cetak, RM Bintartie yang ditunjuk sebagai redaktur pelaksana bekerja sama dengan seorang pengusaha China asal Mojokerto. Pengusaha itu kemudian mendirikan perusahaan percetakan yang melayani penerbitan Kemadjoean Hindia. Perusahaan tersebut bernama Indische Snelpersdrukkeri yang dimiliki oleh Ong Lin Giok. Secara umum kepemilikan Kemadjoean Hindia ada di tangan orang pribumi dan pengusaha China.
Demikianlah pada akhirnya penerbitan yang awalnya berbentuk koran mingguan itu berubah menjadi koran yang terbit setiap hari. Namun kemajuan yang dialami tidak bisa berjalan lancar karena domisili para pengelolanya yang tidak pada tempat yang sama. Meski diterbitkan dari Mojokerto tetapi pimpinan redaksi, yaitu RP Soeroso lebih banyak ada di Batavia. Dia yang terpilih sebagai anggota Volksraad harus sering ada di pusat pemerintahan kolonial. Demikian pula dengan RM Bintarti selaku redaksi pelaksana tetap ada di Surabaya. Sementara proses penerbitan di Mojokerto dipercayakan pada Wardikoen selaku anggota dewan redaksi.
Pada tahun 1924 diambil keputusan untuk memindahkan kantor redaksi Kemadjoean Hindia itu ke Surabaya. Hal yang sama juga dilakukan oleh percetakan milik Ong Lin Giok yang memindahkan mesin cetak miliknya ke Surabaya pula. Dan setelah proses pemindahan itu Kemadjoean Hindia benar-benar mengalami kemajuan.
Cerita tentang koran Kemadjoean Hindia mulai mengalami masalah pada awal tahun 1926. Ong Lin Giok diputus pailit oleh pengadilan Surabaya dan karena itu dia harus menjual harta perusahaan, termasuk percetakan Indische Snelpersdrukkerij. Masalah semakin bertambah ketika Wardikoen juga terlilit persoalan hukum terkait dengan aktivitas politiknya. Sedangkan RP Soeroso yang menjadi motor lebih mementingkan pekerjaannya sebagai anggota Volksraad.
Melihat situasi rumit yang dihadapi Koran Kadjoean Hindia, RM Bintarti yang telah menghidupkan sejak bernama Oetoesan Hindia mulai mencari jalan keluar. Dia tidak ingin media tempatnya berjuang itu mati begitu saja. Dia harus mendapatkan investor baru yang mampu mengakusisi perusahaan percetakan yang menaungi Koran Kemadjoean Hindia. Awalnya dia mengajak beberapa orang untuk membuat kongsi dagang milik pribumi. Kongsi ini sempat mengumpulkan modal dari masing-masing pendirinya dimana tiap orang menyetor saham sebesar f.300 gulden.
Meskipun telah mendapatkan suntikan dana tetapi kesulitan finansial belum mereda. Pada pertengahan tahun 1926, RM Bintarti membuka komunikasi dengan Indonesische Studiecub Surabaya. Organisasi yang berdiri atas inisiasi Dr. Soetomo itu memang memiliki rencana untuk mendirikan surat kabar yang diberi nama Soeloeh Indonesia. Pembicaraan pengambilalihan perusahaan penerbitan itu tidak mengalami kendala karena antara Dr. Soetomo dan RP. Soeroso memiliki kedekatan politik pada seseorang yang bernama RP. Soenarjo Gondokoesoemo. Pria kelahiran Mojokerto yang memiliki hubungan kekerabatan dengan RP Soeroso itu adalah operator finansial dari organisasi yang didirikan DR. Soetomo.
Proses negosiasi tersebut mengalami titik temu. Koran Kemadjoean Hinda akan berubah nama menjadi Soeloeh Indonesia. Penerbitan terakhir koran asal Mojokerto itu dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1926. Dengan resmi Kemadjoean Hindia memberi salam perpisahan pada para pembaca setianya.
Pada akhirnya, kita mengetahui bila Soeloeh Indonesia berhasil terbit. Pada awal penerbitannya, surat kabar ini dipimpin oleh Soetomo debagai komandannya, R.P. Singgih sebagai sekretaris, R.T. Tjindarboemi sebagai Loco Secretaris, R.M.H. Soejono sebagai Adjunct Secretaries, dan M. Soewono sebagai Commisaries. Koran Soeloeh Indonesia menjadi corong bagi Partai Bangsa Indonesia (PBI).
Gambar : Pengurus Indonesische Studiecub Surabaya.