Baca Juga
PUYANG AGUNG TUA GUMAY, PENGUASA JAKARTA (1535-1543)?
Berdasarkan babad tanah banten dan kronik Jakarta, sosok penguasa Jakarta (Jayakarta atau Sunda Kelapa) bernama Ratu Agung hijrah ke Bengkulu setelah lengser dari jabatannya.
Ratu Agung merupakan pemimpin Jakarta pada masa 1535-1543, selepas daerah ini dibebaskan Pangeran Fatahillah pada tahun 1527 Masehi.
Keberadaan Ratu Agung ini, ada kesamaan time line dengan era Puyang Agung Tua Gumay yang dalam legenda Sumatera Selatan menikah dengan putri Raja Demak, bernama Ratu Mas Mayang Mengurai.
Dalam babad Banten diceritakan Ratu Agung adalah anak dari Sultan Hasanuddin Banten, namun berdasarkan data Sumatera Selatan beliau adalah suami keponakan dari pihak istri Sultan Hasanuddin Banten.
Dimana Puyang Agung Tua menikah dengan Ratu Mas Mayang Mengurai binti Sultan Trenggono bin Raden Fatah, yang merupakan keponakan dari Ratu Mas Kirana binti Raden Fatah, istri dari Sultan Hasanuddin Banten.
Puyang Agung Tua juga terhitung suami keponakan Pangeran Fatahillah dari pihak istrinya. Dimana salah seorang istri Pangeran Fatahillah bernama Ratu Mas Pembayun merupakan putri dari Raden Fatah.
Masyarakat Sumatera Selatan, khususnya Provinsi Bengkulu Nama Ratu Agung alias Ratu Dewata kerap terdengar. Meskipun nama tersebut sempat di abadikan pada berbagai event atau nama tempat. Namun tidak banyak yang tahu siapakah sosok populer tersebut.
Penelusuran ini berawal dari tulisan Babad Tanah Banten, dan kronik-kronik Jakarta yang menyebutkan sosok gagah, Ratu Agung alias Ratu Dewata. Ia memerintah kerajaan kecil di Bengkulu, pasca lengser dar kesultanan Jakarta tahun 941-950 Hijriah atau 1535-1543 Masehi.
Dalam kronik Bengkulu diceritakan adanya Kerajaan Sungai Serut yang diperintah seorang ratu (Raja). Naskah kuno lainnya menyebutkan, raja itu adalah putera kedua Sultan Maulana Hassanudin, penguasa Negeri Banten.
Dalam catatan sejarah disebutkan, Ratu Agung merupakan pewaris tahta Kerajaan Banten-Perlu diketahui, Pewaris disini bukan berarti keturunan langsung raja-mengantikan Kesultanan Kelapa (Jakarta) vasal Banten yaitu Ratu Sami’am yang memerintah tahun 918- 941 Hijriah.
Kerajaan Diatas Angin
Dalam babad Tanah Banten dan kronik Jakarta disebutkan, Ratu Agung memerintah kerajaan di Bengkulu, setelah lengser dari kesultanan (Akuwu) Jakarta (Kalapa) pada Tahun 941-950 Hijriah atau 1535-1543 Masehi. Posisi Ratu Agung digantikan oleh Pangeran Jayakarta Wijayakrama 950-1028 Hijriah atau 1543-1619 Masehi, saat berusia 17 Tahun.
Ttidak dketahui secara pasti, kapan awal pemerintahan Ratu Dewata ini, dan benarkah kerajaan yang dimaksudkan itu Kerajaan Sungai Serut, Sungai Lemau, Selebar ataukah Kerajaan Diatas Angin? Inilah belum dapat terungkap secara pasti.
Untuk nama Negeri Selebar, kita dapat ketahui dari berbagai naskah dan peta kuno tahun 1618 dan 1740 Masehi. Hanya saja ini tidak kita temui di peta pelayaran tahun 1411 Masehi. Sementara kata Sungai Serut, hanya kita temui dibeberapa kronik Bengkulu saja, yang berkaitan dengan Ratu Agung Raja Bengkulu yang memimpin Kerajaan Diatas Angin atau Sungai Serut.
Bagaimanakah dengan Kerajaan Sungai Lemau? Nama ini juga tidak ditemui dalam peta kuno. Namun nama ini muncul zaman Sultan Iskandar Muda menyerang Kerajaan Bengkulu (1607 – 1636 Masehi).
Ratu Agung, Akuwu Bengkulu akhirnya lengser kaprabon dan itu dapat dipahami. Diprediksi, Ratu Agung mendapat tekanan dari pedagang Belanda kala itu yang tergabung dalam Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC) yang memonopoli aktivitas perdagangan di Asia kala itu.
Makam Ratu Agung
Literatur sosok Sang Raja Bengkulu ini sangat minim sehingga kita tidak dapat mengetahui, kapan masa pemeritahan Ratu Agung dan siapa yang menobakan dirinya? Penulis belum dapat menemukan jawabannya.
Kembali dimanakah raja ini dmakamkan, dalam Tembo Bengkulu dikatakan, Ratu Agung di makamkan di Bengkulu Tinggi, yang dikenal Keramat Batu Menjolo yang letaknya kini di Kabupaten Bengkulu Tengah. Pendapat tersebut dibantah oleh penulis sejarah, Hakim B Sabrie. Risetnya menyebutkan, tidak ditemukan maka raja ataupun tokoh masa itu.
Penelusuran sempat dilakukan di pemakaman Raja-Raja Banten, ternyata nihil. Hal yang sama juga saat berkunjung ke pemakaman Pangeran Jayakarta Wijayakrama di Jati Negara Kaum Jakarta Timur. Itupun juga dilakukan di Cirebon, pada komplek pemakaman Sunan Gunung Jati.
Penulis beragumen, Raja Bengkulu itu dimakamkan komplek raja-raja Palembang, mengingat catatan terakhir, bahwa Ratu Agung sempat mengasingan diri di Palembang pasca lengser. Apalagi hubungan historis dan religi dengan Kerajaan Palembang sangat erat.