Template ini gratis jika anda ingin mendapatkannya unduh disini Download Now!

Tata Cara Mandi Haidh dan Nifas

Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated


TATA CARA MANDI WAJIB (HAIDH, NIFAS DAN MANDI JUNUB) BAGI WANITA

Haidh atau nifas adalah salah satu najis yang menghalangi wanita untuk melaksanakan ibadah sholat dan puasa, maka setelah selesai haidh atau nifas para wanita harus bersuci dengan cara yang lebih dikenal dengan sebutan mandi haidh/nifas atau mandi besar.
Agar ibadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran Islam ini, kita harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haidh dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda;

تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ

(( “Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti sabun dan semacamnya) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya.

Maka Asma’ berkata;
“Bagaimana aku bersuci dengannya?”
Beliau bersabda;
“Maha Suci Allah”. Maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’;
“Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu) pada kemaluan.” ))
Dalam riwayat lain:
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi bersuci dari haidh.
Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda;

تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ

(( “Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya.”
Wanita itu berkata;
“Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?”
Beliau bersabda;
“Maha Suci Allah, bersucilah!”
Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata;
“Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah (dikemaluan) itu dengannya (potongan kain/kapas) tersebut.” ))
(HR. Muslim 332).
An-Nawawi rahimahullah berkata:
“Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).”
Beliau berkata:
“Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haidh adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haidh.”
(Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).
Syaikh Mushthafa Al-‘Adawy berkata:
“Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan jalinan ikatan rambut atau tidak.
Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut (kulit kepala) kecuali dengan menguraikan jalinan rambut, maka dia (wanita tersebut) menguraikannya [bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib] tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya. Wallahu A’lam…”
(Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah).
Maka wajib bagi wanita apabila telah bersih dari haidh/nifas untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan; minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya sampai ke pangkal rambutnya; dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ringkasnya sebagai berikut :
- Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya, kemudian berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya.
- Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut.
Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).
- Menyiramkan air ke badannya.
- Mengambil secarik kain atau kapas(atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.
"Tata Cara Mandi Junub Bagi Wanita"
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau berkata;
كُنَّاإِذَأَصَابَتْ إِحْدَانَاجَنَابَةٌأَخَذَتْ بِيَدَيْهَاثَلَاثًافَوْقَ رَأْسَهَا ثُمَََّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَاالْأيَْمَنِ وَبِيَدِهَااْلأُخْرَى عََََلَى شِقِّهَااْلأ يْسَرِ
(( “Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.” ))
(HSR. Al-Bukhari 277 dan Abu Dawud 253).
Seorang wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi karena junub, berdasarkan hadits berikut:
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha berkata;

Baca Juga

قُاْتُ ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَرَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ:لاَإِنَّمَايَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِيْنَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍثُمََّ تُفِيْضِيْنَ عَلَى سَائِرِ جَسَادِكِ الماَءَ فَتَطْهُرِيْن
Aku (Ummu Salamah) berkata;
(( “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan (ikatan) rambutku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?”
Beliau bersabda;
“Tidak! Cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” ))

(HSR. Muslim, Abu Dawud: 251, An-Nasa'i 1/131, At-Tirmidzi 1/176, hadits 105 dan ia berkata: “Hadits ini hasan shahih,” dan Ibnu Majah 603).

Ringkasan tentang mandi junub bagi wanita adalah :
- Berniat dalam hati, bukan mengucapkan niat.
- Seorang wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai dengan bagian yang kanan).
- Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
- Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.
- Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.

- Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi.
- Tata cara mandi yang disebutkan itu tidaklah wajib, akan tetapi disukai karena diambil dari sejumlah hadits-hadits Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apabila dia mengurangi tata cara mandi sebagaimana yang disebutkan, dengan syarat air mengenai (menyirami) seluruh badannya secara sempurna, maka hal itu telah mencukupinya.
*****
Kita dapat merinci tata cara mandi wajib maupun mandi biasa yang disunnahkan sebagaimana yang diterangkan dalam hadits-hadits sebagai berikut :
Pertama: Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.
Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullah mengatakan;
“Boleh jadi tujuan untuk mencuci tangan terlebih dahulu di sini adalah untuk membersihkan tangan dari kotoran… Juga boleh jadi tujuannya adalah karena mandi tersebut dilakukan setelah bangun tidur.”
[Fathul Bari, 1/360].
Kedua: Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.
Ketiga: Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan;
“Disunnahkan bagi orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai, hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu/tanah atau semacam sabun, atau hendaklah ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran yang ada.”
[Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An-Nawawi, 3/231, Dar Ihya’ At-Turots Al-‘Arobi, 1392].
Keempat: Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak shalat.
Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan;
“Adapun mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al ghuslu).”
[Ad-Daroril Mudhiyah Syarh Ad-Duroril Bahiyyah, Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani, hal. 61, Darul ‘Aqidah, terbitan tahun 1425 H].
*Untuk kaki ketika berwudhu, kapankah dicuci?
Jika kita melihat dari hadits Maimunah, dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membasuh anggota wudhunya dulu sampai membasuh kepala, lalu mengguyur air ke seluruh tubuh, sedangkan kaki dicuci terakhir.
Namun hadits ‘Aisyah menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu secara sempurna (sampai mencuci kaki), setelah itu beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.
Dari 2 hadits tersebut, para ulama akhirnya berselisih pendapat kapankah kaki itu dicuci.
Yang tepat tentang masalah ini, 2 cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah bisa sama-sama digunakan. Yaitu kita bisa saja mandi dengan berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah itu kita mengguyur air ke seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah. Atau boleh jadi kita gunakan cara mandi dengan mulai berkumur-kumur, memasukkan air dalam hidup, mencuci wajah, mencuci kedua tangan, mencuci kepala, lalu mengguyur air ke seluruh tubuh, kemudian kaki dicuci terakhir.
Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan;
“Tata cara mandi (apakah dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah) itu sama-sama boleh digunakan, dalam masalah ini ada kelapangan.”
[Shahih Fiqh Sunnah, 1/175-176].
Kelima: Mengguyur air pada kepala sebanyak 3 kali hingga sampai ke pangkal rambut.
Keenam: Memulai mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian kiri.
Ketujuh: Menyela-nyela rambut.
Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ ، وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اغْتَسَلَ ، ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدِهِ شَعَرَهُ ، حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنْ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ ، أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
(( “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” ))
(HR. Al-Bukhari no. 272).

Juga ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan;

كُنَّا إِذَا أَصَابَتْ إِحْدَانَا جَنَابَةٌ ، أَخَذَتْ بِيَدَيْهَا ثَلاَثًا فَوْقَ رَأْسِهَا ، ثُمَّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَا الأَيْمَنِ ، وَبِيَدِهَا الأُخْرَى عَلَى شِقِّهَا الأَيْسَرِ
(( “Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali mengambil air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian tubuh sebelah kiri.” ))
(HR. Al-Bukhari no. 277).
Kedelapan: Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri.
Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata;
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
(( “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).” ))
(HR. Al-Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268).
Mengguyur air ke seluruh tubuh di sini cukup sekali saja sebagaimana zhohir (tekstual) hadits yang membicarakan tentang mandi. Inilah salah satu pendapat dari madzhab Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
[Al-Ikhtiyaarot Al-Fiqhiyah li Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, ‘Alauddin Abul Hasan ‘Ali bin Muhammad Al-Ba’li Ad-Dimasyqi Al-Hambali, hal. 14, Mawqi’ Misykatul Islamiyah].
*****
Tata cara mandi junub pada wanita sama dengan tata cara mandi yang diterangkan di atas sebagaimana telah diterangkan dalam hadits Ummu Salamah;
“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?”
Beliau bersabda;
“Jangan (kamu buka)! Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” ))
(HR. Muslim no. 330).
Untuk mandi karena haidh dan nifas, tata caranya sama dengan mandi junub, namun ditambahkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Menggunakan sabun dan pembersih lainnya beserta air.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha;
أَنَّ أَسْمَاءَ سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ غُسْلِ الْمَحِيضِ فَقَالَ « تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ. ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا ». فَقَالَتْ أَسْمَاءُ وَكَيْفَ تَطَهَّرُ بِهَا فَقَالَ « سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِينَ بِهَا ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ كَأَنَّهَا تُخْفِى ذَلِكَ تَتَبَّعِينَ أَثَرَ الدَّمِ. وَسَأَلَتْهُ عَنْ غُسْلِ الْجَنَابَةِ فَقَالَ « تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ – أَوْ تُبْلِغُ الطُّهُورَ – ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ »
“Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh.
Maka beliau bersabda;
(( “Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya.
Lalu Asma’ berkata;
“Bagaimana dia dikatakan suci dengannya (bagaimana cara bersucinya)?”
Beliau bersabda;
“Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.”
Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-;
“Kamu sapu bekas-bekas darah haidh yang ada dikemaluanmu (dengan kapas tadi)”.
Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, maka beliau bersabda;
‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.” ))
(HR. Al-Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332).
Kedua: Melepas kepangan/ikatan rambut sehingga bisa air sampai ke pangkal rambut.
Dalil hal ini adalah hadits yang telah lewat;
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا
(( “Kemudian hendaklah kamu menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya.” ))
Dalil ini menunjukkan tidak cukup dengan hanya mengalirkan air seperti halnya mandi junub. Sedangkan mengenai mandi junub disebutkan;
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ
(( “Kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mengguyurkan air padanya.” ))
Dalam mandi junub tidak disebutkan “menggosok-gosok dengan keras”. Hal ini menunjukkan bedanya mandi junub dan mandi karena haidh/nifas.
Ketiga: Ketika mandi seusai masa haidh/nifas, seorang wanita disunnahkan membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya darah, guna menghilangkan sisa-sisanya. Selain itu, disunnahkan mengusap bekas darah pada kemaluan setelah mandi dengan minyak misk atau parfum lainnya. Hal ini dengan tujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah haidh/nifas.
Wallahu a’lam bish-shawab…
®Muslimah
®Muslim
©Rizfanandy Al-Ghafiqy

Posting Komentar

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.